BINTANG KEJORA BERSINAR LAGI (Oleh: Erick M. Sila)

Semua tinggal kenangan. Di sini, di kamar ini semua kenangan indah bersamamu hadir kembali. Malam ini sungguh berbeda. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa, “Yang berlalu, biarlah berlalu, jangan harapkan akan kembali”. Maka aku berpikir, “Seandainya aku dapat, aku akan memutar kembali waktu itu, maka kepedihan yang kualami saat ini akan kutata dan kuatur dengan baik dan akhirnya akupun terhindar dari kepedihan itu”.

<script type="text/javascript">
 atOptions = {
  'key' : '51752c785aa7b67f3c6074bae6761893',
  'format' : 'iframe',
  'height' : 60,
  'width' : 468,
  'params' : {}
 };
 document.write('<scr' + 'ipt type="text/javascript" src="//www.topcreativeformat.com/51752c785aa7b67f3c6074bae6761893/invoke.js"></scr' + 'ipt>');
</script>


            Di tepi ranjang, di bilik sederhana ini aku duduk dan bersedih. Udara malam yang dingin membuat air mata yang mengalir di pipiku hingga menetes membasahi sebuah potret biru di tanganku. Di suatu tempat, entah di mana, wujud asli dari potret ini berada, jauh dari pandanganku, sehingga aku tidak sanggup menggapainya. Semoga air mata ini menyampaikan pesan dalam mimpinya malam ini, sehingga dia yang ku sayang tahu bahwa aku pernah menangis untuknya. Semoga juga air mataku yang bening, yang membasahi potret ini cepat kering, agar aku dapat melupakan segala kenangan indah yang pernah kami lalui bersama.
            Aku akam melupakan tempat rekreasi, taman hiburan dan danau mimpi-mimpiku, mimpi-mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan. Karena semua itu hanyalah sebuah ilusi di balik fakta.
            Kami tumbuh bersama, menyusun puisi-puisi hidup bersama. Lalu, ia pergi, seperti kebanyakan orang muda yang melanglang buana ke negeri Queen untuk belajar tentang hidup, tentang dunia dan masa depan. Cita-cita luhur inilah yang membuatku tidak berdaya menahannya pergi. Saat itu aku hanya mampu mengatakan, “Pergilah ke mana hati membawamu”. Demikianlah pesan terakhirku kepadanya ketika ia berbalik dan melangkah pergi.
Hari berlalu, tahunpun berganti. Kami hanya bisa berbagi kisah dan pengalaman melalui surat dan telepon. Aku hanya bisa berharap dan jika Tuhan berkenan, kami bisa bersama lagi seperti yang dulu. Harapan tinggal harapan, sebab kenyataan menyajikan menu yang berbeda. Di tahun pertama hubungan kami, aku masih merasakan kehangatan dari setiap tutur kata yang terungkap darinya. Namun, semua itu berubah ketika memasuki tahun yang kedua. Hal itu nampak dari setiap jawaban yang ia utarakan setiap kali aku menanyakan kabar tentangnya. Jawaban yang kuterima darinya sekadar saja. Ia sungguh telah berubah. Saat itu aku sejenak bertanya dalam hati, “Apakah ia telah menemukan pengganti diriku?”. “Hem, entahlah. Waktulah yang akan menjawabnya”, demikian aku mencoba menghibur diri.
“Kamu harus siap menerima kenyataan pahit, sepahit apapun itu kamu harus menerimanya. Aku harus mampu memahami dan menemukan makna, serta hikma dari setiap kenyataan pahit yang sedang terjadi”, demikian aku mencoba menguatkan hatiku yang sedang galau. Ya, Tuhan akan mengubah jalan gelap menjadi terang dengan cahaya sejati-Nya yang cemerlang, juga semua hal yang membuat kita tidak bahagia. Hanya Dialah yang mampu menguatkanku di saat aku tidak lagi mampu menahan kepedihan dan air mata. Hari ini akan berlalu dan akan segera digantikan dengan hari yang baru, hari yang indah dan penuh bahagia. Percayalah!
Cinta memang sulit dipertahankan apabila sidah dipisahkan oleh jarak dan waktu. Apa yang ia lalukan di sana, siapa tahu? Cinta sejati sekalipun harus membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Mengapa tidak? Di saat aku merasakan bahwa ia adalah cinta pertama dan terakhirku, ia malah pergi menjauh dari hatiku. Ia telah menemukan seseorang yang jauh lebih baik, lebih sempurna dariku. Dengan pengalama ini, akupun akhirnya sadar bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Aku hanyalah manusia rapuh yang kurang dalam segala hal. Walaupun demikian, aku memiliki satu kekuatan, kekuatan cinta yang selalu tulus kepadanya. Kesadaran ini jugalah yang memampukanku untuk bertahan dalam menghadapi kenyataan pahit ini. Kekuatan cinta inilah yang akan memampukanku dalam menapaki hari-hariku ke depan. Kekuatan untuk menyusun puisi hidupku sendiri tanpa dirinya lagi.
Kepedihan akibat perubahan yang terjadi pada dirinya bagaikan sembilu yang menyayat hatiku. Pada awalnya, hari-hariku terasa gelap bagaikan malam tak berbintang. Aku tidak tahu ke mana harus pergi. Langkah-langkahku kian berat ketika melalui jalan setapak ini, jalan yang selalu kami lalui bersama dulu. Kepedihan yang kurasakan kian berat, lebih berat dari yang anda bayangkan. Mengapa tidak? Ketika namanya telag terukir indah di hatiku dan di saat aku merasa bahwa ia adalah cinta sejatiku, ia malah pergi jauh. Kepedihan yang kurasakan semakin dalam ketika ia mengatakan bahwa ia akan segera menikan dengan lelaki pilihan hatinya itu. Saat mendengar itu aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyerah kepada keadaan. Segala kata cinta yang selama ini ia utarakan kepadaku hanyalah sebuah kebohongan belaka, sebuah sandiwara yang diperankan dengan baik. Aku mengakuinya sebagai seorang sutradara sekaligus pemeran dalam sandiwara cinta yang penuh kebohongan ini. Namun, aku percaya bahwa pilihannya adalah yang terbaik baginya. Aku berharap dan berdoa semoga mereka bahagia. Ya, aku harus mengorbankan perasaanku sendiri demi cinta. Akhirnya, aku sadar bahwa cinta itu tidak harus memiliki.
Aku sudah siap menerima kenyataan pahit ini. Aku percaya bahwa cahaya matahari masih akan terus bersinar. Aku harus memahami dan menemukan setiap makna terdalam dari setiap momen hidup yang kualami, baik itu suka maupun duka. Aku yakin bahwa Tuhan akan mengirimkan Bintang Kejora-Nya untuk menerangi kegelapan hatiku saat ini. Aku yakin pada satu hal, yakni bahwa hari ini akan berlalu dan akan hadir hari yang baru, hari yang lebih indah dan penuh dengan cinta.
Dari pengalaman tersebut, aku belajar tentang arti cinta yang sesungguhnya. Cinta itu tidak harus memiliki, melainkan kerelaan untuk berbagi dengan orang lain, dengan orang-orang yang kita cintai. Kerelaan cinta tidak hanya terbatas pada kalimat, “I Love You”, melainkan suatu kerelaan untuk berkorban demi cinta itu sendiri. Kesadaran ini membuka suatu jalan, di mana aku tidak lagi tertutup egoisme pribadiku, nelainkan memberikan kebebasan kepada orang-orang yang kita cintai untuk memilih jalannya sendiri. Aku yakin bahwa jalan yang ia pilih adalah jalan yang terbaik baginya. Selamat jalan sayang, semoga engkau bahagia bersamanya.

<script type='text/javascript' src='//pl22031956.toprevenuegate.com/2c/db/02/2cdb02a5706a7bbeb185b0e9ecee749e.js'></script>

Aku mulai membayangkan kehidupan semacam apa yang ingin kujalani saat ini. Aku ingin mengubah semua kenangan pahit yang baru saja aku alami dengan suatu hari yang lebih indah dan bahagia. Ya, aku percaya karena aku memiliki sebuah rahasia. Rahasia bagaimana menemukan arti hidup dan cinta sejati. Aku yakin bahwa di saat aku mulai mencari cinta, di saat itu jugalah cinta mulai mencariku. Namun, aku tidak perlu bersusah-payah, sebab cinta itu akan datang dengan sendirinya. Kata orang, cinta sejati itu tidak akan ke mana-mana.
Akhirnya saat itupun tiba. Ketika aku berusaha menuliskan kisah ini, tiba-tiba Hpku berdering. Panggilan itu berasal dari sebuah nomor baru yang tidak aku kenal. “Halo”, demikian aku menyapa sosok di seberang sana yang masih misteri bagiku. “Halo juga, masing ingat kah sama aku?”, demikian katanya dengan suara yang begitu lembut dan manja. “Aku Bintang”, sambungnya memperkenalkan diri. “Eh, Bintang, apa kabar dik?”, tanyaku. “Alhamdulillah baik bang”, jawabnya lembut. “Ke mana saja selama ini dik? Jadi kangen deh sama kamu”, kataku sedikit menggoda. “Ehem… kangen apa ni?” tanyanya manja. “Ada deh dik”, jawabku singkat. “Ow…”, sambungnya. Perbincangan malam itu semakin hangat hingga tak terasa jarum jam telah menunjukkan pukul 11.32WIB. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkannya di lain waktu.
Setelah percakapan indah yang terjadi malam itu, kami masih saling menanyakan kabar masing-masing. Di saat itu aku merasakan suatu getaran yang berbeda di hatiku. Perasaan itu muncul kembali setelah sekian lama tersimpan baginya. Dalam hati aku menyesal, “Mengapa aku telambat mencintainya?”. Akan tetapi, bagiku tidak ada kata terlambat untuk cinta. Aku hanya berharap semoga kehadirannya memberi suatu harapan baru. Langkah demi langkah, pelan tapi pasti.
Malam yang begitu hening, tenang dan damai. Di malam tanggal 27 Desember suatu kisah terukir indah di langit, bak gugusan BINTANG KEJORA yang tersusun indah membentuk sebuah hati. Akhirnya kata itu terucap lembut dan ia menerimanya dengan senang hati. Alangkah bahagianya aku saat itu. Kebahagiaan saat itu tidak sanggup kungkapkan dengan kata-kata. Di saat itulah cinta menyentuh jiwa, cinta membelai indah dan cinta mendekap erat. Sang BINTANG itu berhasil “Memborgol” hatiku dengan cintannya yang tulus. Membelenggu begitu hebat, sehingga aku tidak sanggup melepaskannya.
Setiap detik yang berlalu, setiap menit yang terlewatkan, setiap jam yang terbuang, rasanya tak ingin terpisah dan menjauh darinya. Ia hadir memberi kehangatan, keindahan dan kebersamaan. “BINTAKGku, aku akan menjaga dan menyayangimu sampai kapanpun”. Aku hanya bisa berharap semoga cahaya cintamu tetap bersinar terang di hatiku. Untuk sang BINTANG, semoga engkau mampu menghalau kegelapan hatiku dan semoga kisah ini masih akan terus terukir seiring dan sejauh engkau bercahaya di angkasa. Terima kasih BINTANG KEJORA.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN: Arti Seorang Sahabat (Oleh: Erick M. Sila)

CERPEN: KADO YANG TERINDAH (ERICK M. SILA)

CERPEN: Kisah Tak Terlupakan (Oleh: Erick M. Sila)